Ketika fajar tiba dari ufuk timur, cahayanya menerangi ruang nalar dan
warna kemerahan perlahan-lahan berjalan menembus celah-celah hati yang
kelabu. Sosok tinggi dan langsing, menurut ukuran timur, tidak
bercahaya walau wajahnya kemerah-merahan oleh fajar. Tubuhnya
dibiarkan tergeletak semaunya di atas peraduan. Kulitnya dibiarkan
terterpa kesemrawutan cuaca dalam ruang tidurnya. Sebenarnya matanya
telah melihat dunia, tapi hati yang galau membuatnya lemah untuk
mencium dan merasakan aroma pagi.
Kegalauan berawal kemarin ketika perempuan bertemu kakak mantan
kekasihnya. Keseimbangan pikiran terbagi oleh dorongan dan semangat
yang mengajaknya kembali kepelukan mantan kekasih yang tidak
berpendirian. Padahal pertemuan itu sangat-sangat tidak ia harapkan,
walaupun sebenarnya pertemuan dengan mantan kekasihnya dapat memuaskan
dahaganya sebagai teman. Hanya sebatas teman.
Pusing melanda isi kepalanya. Tangannya memegang bantal dan kepalanya
dihempaskan dan tenggelam di dalamnya.
Mengapa? Mengapa mantan kekasih memberi harapan untuk kembali. Akankah
kembalinya ia akan mengantungi kebahagiaan? Atau apakah hanya akan
menelan kepahitan berulang-ulang?
Itu yang membuat otaknya seperti benang kusut dan suara gemuruh
mesin-mesin yang melintas tidak menimbulkan keinginan perempuan
beranjak dari tempatnya.
Beberapa bulan lalu ia sudah menghempaskan kenangan manis dan pahitnya
dalam sebuah sampah ilusi. Dan rasanya kedua mahluk itu tidak akan
mengganggunya lagi. Baik di dalam mimpi atau bayang-bayang pikirannya.
Semua telah terlupakan dan harapan kembali terbuka untuk meraih
kesenangan dan kebahagiaan. Hingga mimpi itu datang menjadi kenyataan.
Kapankah?
Sudah hampir dua tahun lamanya ia merajut benang cinta dan sebuah
pesta pernikahan yang dimimpikan dalam tidurnya kelak akan menjadi
kenyataan. Beratus-ratus undangan akan menyalaminya. Sahabat dan
kerabat akan mendoakannya meraih kebahagiaan dengan anak dan rezeki
yang banyak. Cahaya pun akan memancar dari wajahnya yang bersih dan
membuat gigi-gigi tersenyum memandang kecantikan sang permaisuri
sehari. Sindiran-sindiran orang-orang dewasa juga dilontarkan dan
membuat sang permaisuri dengan kemalu-maluan tersenyum. Malam pun akan
menunggu. Dan permaisuri akan menyambut malam dengan senyum yang
mengembang. Senyum untuk sang raja sehari.
Hatinya seperti burung putih melesat ke udara. Lapang sekali. Sehingga
kemanapun ia terbang tidak akan menyentuh bumi. Itu terjadi ketika
sebuah boneka beruang cantik diberikan kepadanya sebagai lambang awal
dari sebuah percintaan. Boneka itu tiba-tiba saja sudah berada di sisi
peraduan. Duduk dan menatapnya saat ia membuka pintu. Kaget! itulah
kesan pertama dari sebuah misteri percintaan. Siapakah gerangan yang
mendudukan boneka itu? Berani-beraninya ia masuk ke dalam kamar
apartemenku. Perempuan tetap tidak percaya.
Misteri berakhir dengan pengakuan lelaki yang ia mimpikan. Lelaki yang
kelak akan menjadi kekasihnya. Pendamping hidup mengarungi samudera
dunia.
Dua tahun berjalan seperti air sungai. Perempuan dan kekasih melangkah
dengan pasti menuju harapan dan mimpi yang ia bangun. Kepindahan
mereka dari lokasi proyek penelitian di Kalimantan menuju Ibu kota
sudah menjadi keputusan dan keyakinan. Keyakinan yang membawa kepada
kehidupan menjadi lebih nyata dan bermakna. Sang kekasih meneruskan
menimba ilmu di perguruan tinggi dan perempuan melanjutkan cita-citan
untuk mengabdi kepada pasien-pasien yang membutuhkan ilmunya. Dunia
seperti ramah kepadanya. Orang-orang menghormati dan meninggikan
hatinya. Hari-hari dilalui seperti angin dan setahun pun bagai sehari.
Begitu cepat waktu bergulir.
Namun sebuah pertentangan muncul disaat perbedaan sudah bukan menjadi
batu yang tidak terpecahkan. Hati begitu dekat. Keinginan keluarga
kekasih meninggalkannya dan menggantinya dengan perempuan lain mulai
menyobek sebuah bangunan kepercayaan. Mimpi-mimpi mulai jelas namun
perlahan-lahan pudar, berjatuhan dan hancur. Irama hidup mulai
bergeser dari arahnya. Kegalauan selalu hinggap di hatinya tanpa mau
cepat-cepat hilang. Merayap mengelilingi kepalanya.
Kepercayaan yang begitu sulit dibangun, begitu saja dengan mudah
menguap karena ketidak berdayaan kekasihnya dalam bersikap.
Keragu-raguan kekasihnya menyadarkan akan sebuah kelemahan. Kelemahan
menyakitkan hatinya. Padahal hanya beberapa kata saja yang perempuan
inginkan keluar dari mulut kekasih.
Tidak!
Sebuah bangunan cinta yang tidak mampu dirubuhkan oleh siapa pun
kecuali oleh ketidak abadian. Tapi, tidak ada yang keluar melalui
bibir kekasih kecuali ungkapan pasrah atas ketidak merdekaannya.
Perempuan masih di atas peraduan walau surya mulai memanasi tubuhnya.
Cahaya surya memasuki kamar apartemennya melalui kaca jendela yang
selalu terbuka di lantai 15. Aroma melati dari pengharum ruangan
mengelitik-gelitik hidungnya. Ia tidak juga membuka mata sayunya. Ia
masih galau dan tengah berada dalam penantian.
Hp-nya berdering sekali. SMS masuk.
Perlahan-lahan perempuan bangkit walau rasa malas membebani tubuhnya.
Ia mengambil HP di atas meja kecil di sisi peraduan. Segera perempuan
membaca pesan yang masuk:
8/16/01 6:37 Hai syng, gmn semlm? Bisa tdr nyenyak? Aku mau ke kntr,
jam 3nanti kita ktemu diapartmnt mu. I love u
Ia meletakan kembali HP-nya. Lalu duduk di sisi peraduan. Pikirannya
masih membayangkan tentang adanya dua sisi berbeda bertemu.
Aku harus membuat keputusan, Lirih.
Dalam bayangannya, kembalinya dua sejoli kedalam ruang percintaan
tidak akan mengembalikan kisah ke titik nol. Lalu mulai membangun
bangunan kepercayaan, sayang, dan rindu perlahan-lahan. Sementara itu,
hatinya akan menerima anak panah cinta dari seorang lelaki lain.
Seseorang yang berbeda dari kekasih. Jauh berbeda. Mungkin karena
usia. Mungkin juga pendidikan berbeda atau entahlah. Perempuan tidak
mengerti apa yang ada dibenaknya. Mantan kekasih lebih muda darinya.
Lelaki lain itu lebih tua tujuh tahun.
Perempuan diam. Mimpi semalam begitu menyenangkan. Kunang-kunang
menemaninya di taman. Cahaya redup berkelip-kelip dari ratusan
serangga malam itu membantu menerangi wajah lembutnya. Serangga itu
berputar-putar. Mengelilingi tubuh perempuan dengan pakaian putih.
Berputar lagi tidak menyentuh tubuh perempuan sedikit juga. Perempuan
mencoba berkata kepada kunang-kunang.
Hai kunang-kunang manis, maukah kau mendengar penderitaan batin
seorang perempuan?
Mendadak kunang-kunang terbang seperti lebah. Mereka menjauhi
perempuan sejauh lima meter. Mereka diam. Lalu kunang-kunang terbang
berputar-putar dan tiba-tiba saja membentuk bayangan mirip seorang
lelaki. Berdiri di depan perempuan dan pelan-pelang seperti berjalan
mendekatinya.
Perempuan mengerti. Kunang-kunang siap mendengarkan keluh kesahnya.
Hai kunang-kunang, tahukah kau mengapa cinta datang dan pergi? Adakah
cinta yang selalu tetap tertanam di hati? Ceritakanlah kepadaku
tentang cinta itu. Apakah itu yang dinamakan cinta sejati?
Kunang-kunang berpencar, kemudian mereka membentuk lambang cinta. Lalu
berpencar dan kembali membentuk bayangan lelaki.
Hai kunang-kunang bagaimanakah kalian menjalin cinta? Ajarkan aku cara
mencintai dan dicintai.
Perempuan diam menunggu jawaban kunang-kunang.
Hai kunang-kunang, Tahukah kau hatiku sedang bimbang. Mantan kekasihku
mencoba membujukku untuk kembali ke pangkuannya. Aku sudah tidak cinta
lagi. Cintaku luntur oleh kelemahan sikapnya. Cintahku pupus oleh
ketidak berdayaannya. Aku bukan perempuan sempurna. Tapi aku masih
punya hati.
Kunang-kunang menyebar lagi. Lalu dengan cepat membentuk
lambang-lambang cinta dan kedamaian. Perempuan mengartikannya sebagai
sebuah kekuatan keabadian cinta. Ia tersenyum.
Tiba-tiba hujan turun. Lebat sekali. Kunang-kunang bubar dan pergi
jauh bersembunyi untuk berlindung dari derasnya hujan. Perempuan
terpaku di bawah siraman air hujan. Ia terduduk. Wajahnya tertunduk.
Bajunya basah kuyup.
Perempuan mencoba mengingat apa akhir dari mimpi-mimpinya. Tetapi
tidak bisa karena hilang oleh pikiran kepada lelaki lain.
Semalam sebelum matanya terbenam, ia dan lelaki lain menikmati malam.
Berjalan di bawah sorot lampu dan lagu-lagu cinta. Menikmati film dan
menelusuri caf_-cafe jalanan. Kemana kaki melangkah itulah yang mereka
tuju. Peremuan bahagia menikmati malam. Lelaki lain benar-benar telah
memanjakannya dengan segala perhatian. Ia berjanji untuk selalu
menjaganya dan meninggalkan bangunan cinta yang telah rata dengan
tanah. Untuk membangun kembali harapan-harapan dan cita-cita.
Perempuan tersenyum.
******
Tiba-tiba dengan keras pintu terbuka, tiga orang lelaki berjaket hitam
masuk begitu saja ke kamar apartemennya. Pistol ditangan tiap-tiap
lelaki. Teriakan suara mereka membuat gaduh. perempuan tersentak dari
lamunannya.
Jangan bergerak!
Perempuan tak mengerti apa yang terjadi.
Jangan bergerak! Angkat tangan!
Perempuan ingin lari, tapi takut dengan pistol-pistol yang digenggam
erat. Kakinya seperti terpaku dan begitu saja tangannya menuruti
perintah lelaki itu. Hatinya menolak, tetapi tangannya sudah terlanjur
terangkat ke atas. Seorang lelaki menodongkan pistol itu ke arah
perempuan. Dua lelaki mengobrak-abrik lemari, laci, tempat tidur,
toilet, mencari sesuatu. Mereka bekerja rapi dan cepat. Perempuan
cemas dengan ketidak tahuan dan ketidak beranian.
Berbalik! Ayo berbalik!
Peremuan berbalik.
Lelaki itu menyambar kedua tangan perempuan. Melipatnya kebelakang dan
dengan cekatan memasangkan borgol besi dikedua pergelangan tangannya.
Duduk!
Perempuan kembali duduk di atas peraduan dengan hati bertanya. Tampak
terlihat tulisan Polisi di punggung jaket. Mereka jelas Polisi.
Gimana Jang? Lelaki satu bertanya kepada temannya.
Kosong, buruan tidak ada.
Keparat! Lelaki satu menendang kursi di pinggir peraduan.
Iya, padahal informasi sudah lengkap.
Atau kita salah apartemen?
Tidak mungkin!
Dan.., Lelaki tiga memanggil lelaki satu. Dapat komadan!
Lelaki tiga membawa jaket kulit coklat yang diambilnya dari gantungan
baju di belakang pintu. Ia mengambil sesuatu dari dalam saku jaket dan
menyerahkannya kepada komandannya.
Lelaki satu memegang benda putih terbungkus rapi sambil memandang
perempuan. Ia merobek sedikit lalu mengambil serbuk putih itu dengan
ujung jari. Ia mencicipi seperti mencicipi bumbu masak.
Heroin.
Lelaki satu mendekati perempuan.
Dari mana kamu dapat benda ini.
Perempuan menggeleng. Matanya takut.
Sebaiknya anda membantu kami, dari mana anda mendapatkan barang haram
ini?
Perempuan menggeleng lagi. Bibirnya mulai bergetar dan air matanya
terasa mengalir pelan.
Panggilkan pengacara. Aku tidak mau menjawab tanpa didampingi
pengacara.
Oke, Jang amankan TKP. Das bawa dia ke kantor!
Siap!
Mereka membawa perempuan keluar tanpa memberi tahu keselahan apa yang
ia perbuat.
Sementara di kantornya, Lelaki lain sibuk dan resah mencari-cari
sesuatu yang hilang. Di laci, celana, kemeja, jas, kolong meja, tempat
sampah, asbak, tumpukan kertas.
warna kemerahan perlahan-lahan berjalan menembus celah-celah hati yang
kelabu. Sosok tinggi dan langsing, menurut ukuran timur, tidak
bercahaya walau wajahnya kemerah-merahan oleh fajar. Tubuhnya
dibiarkan tergeletak semaunya di atas peraduan. Kulitnya dibiarkan
terterpa kesemrawutan cuaca dalam ruang tidurnya. Sebenarnya matanya
telah melihat dunia, tapi hati yang galau membuatnya lemah untuk
mencium dan merasakan aroma pagi.
Kegalauan berawal kemarin ketika perempuan bertemu kakak mantan
kekasihnya. Keseimbangan pikiran terbagi oleh dorongan dan semangat
yang mengajaknya kembali kepelukan mantan kekasih yang tidak
berpendirian. Padahal pertemuan itu sangat-sangat tidak ia harapkan,
walaupun sebenarnya pertemuan dengan mantan kekasihnya dapat memuaskan
dahaganya sebagai teman. Hanya sebatas teman.
Pusing melanda isi kepalanya. Tangannya memegang bantal dan kepalanya
dihempaskan dan tenggelam di dalamnya.
Mengapa? Mengapa mantan kekasih memberi harapan untuk kembali. Akankah
kembalinya ia akan mengantungi kebahagiaan? Atau apakah hanya akan
menelan kepahitan berulang-ulang?
Itu yang membuat otaknya seperti benang kusut dan suara gemuruh
mesin-mesin yang melintas tidak menimbulkan keinginan perempuan
beranjak dari tempatnya.
Beberapa bulan lalu ia sudah menghempaskan kenangan manis dan pahitnya
dalam sebuah sampah ilusi. Dan rasanya kedua mahluk itu tidak akan
mengganggunya lagi. Baik di dalam mimpi atau bayang-bayang pikirannya.
Semua telah terlupakan dan harapan kembali terbuka untuk meraih
kesenangan dan kebahagiaan. Hingga mimpi itu datang menjadi kenyataan.
Kapankah?
Sudah hampir dua tahun lamanya ia merajut benang cinta dan sebuah
pesta pernikahan yang dimimpikan dalam tidurnya kelak akan menjadi
kenyataan. Beratus-ratus undangan akan menyalaminya. Sahabat dan
kerabat akan mendoakannya meraih kebahagiaan dengan anak dan rezeki
yang banyak. Cahaya pun akan memancar dari wajahnya yang bersih dan
membuat gigi-gigi tersenyum memandang kecantikan sang permaisuri
sehari. Sindiran-sindiran orang-orang dewasa juga dilontarkan dan
membuat sang permaisuri dengan kemalu-maluan tersenyum. Malam pun akan
menunggu. Dan permaisuri akan menyambut malam dengan senyum yang
mengembang. Senyum untuk sang raja sehari.
Hatinya seperti burung putih melesat ke udara. Lapang sekali. Sehingga
kemanapun ia terbang tidak akan menyentuh bumi. Itu terjadi ketika
sebuah boneka beruang cantik diberikan kepadanya sebagai lambang awal
dari sebuah percintaan. Boneka itu tiba-tiba saja sudah berada di sisi
peraduan. Duduk dan menatapnya saat ia membuka pintu. Kaget! itulah
kesan pertama dari sebuah misteri percintaan. Siapakah gerangan yang
mendudukan boneka itu? Berani-beraninya ia masuk ke dalam kamar
apartemenku. Perempuan tetap tidak percaya.
Misteri berakhir dengan pengakuan lelaki yang ia mimpikan. Lelaki yang
kelak akan menjadi kekasihnya. Pendamping hidup mengarungi samudera
dunia.
Dua tahun berjalan seperti air sungai. Perempuan dan kekasih melangkah
dengan pasti menuju harapan dan mimpi yang ia bangun. Kepindahan
mereka dari lokasi proyek penelitian di Kalimantan menuju Ibu kota
sudah menjadi keputusan dan keyakinan. Keyakinan yang membawa kepada
kehidupan menjadi lebih nyata dan bermakna. Sang kekasih meneruskan
menimba ilmu di perguruan tinggi dan perempuan melanjutkan cita-citan
untuk mengabdi kepada pasien-pasien yang membutuhkan ilmunya. Dunia
seperti ramah kepadanya. Orang-orang menghormati dan meninggikan
hatinya. Hari-hari dilalui seperti angin dan setahun pun bagai sehari.
Begitu cepat waktu bergulir.
Namun sebuah pertentangan muncul disaat perbedaan sudah bukan menjadi
batu yang tidak terpecahkan. Hati begitu dekat. Keinginan keluarga
kekasih meninggalkannya dan menggantinya dengan perempuan lain mulai
menyobek sebuah bangunan kepercayaan. Mimpi-mimpi mulai jelas namun
perlahan-lahan pudar, berjatuhan dan hancur. Irama hidup mulai
bergeser dari arahnya. Kegalauan selalu hinggap di hatinya tanpa mau
cepat-cepat hilang. Merayap mengelilingi kepalanya.
Kepercayaan yang begitu sulit dibangun, begitu saja dengan mudah
menguap karena ketidak berdayaan kekasihnya dalam bersikap.
Keragu-raguan kekasihnya menyadarkan akan sebuah kelemahan. Kelemahan
menyakitkan hatinya. Padahal hanya beberapa kata saja yang perempuan
inginkan keluar dari mulut kekasih.
Tidak!
Sebuah bangunan cinta yang tidak mampu dirubuhkan oleh siapa pun
kecuali oleh ketidak abadian. Tapi, tidak ada yang keluar melalui
bibir kekasih kecuali ungkapan pasrah atas ketidak merdekaannya.
Perempuan masih di atas peraduan walau surya mulai memanasi tubuhnya.
Cahaya surya memasuki kamar apartemennya melalui kaca jendela yang
selalu terbuka di lantai 15. Aroma melati dari pengharum ruangan
mengelitik-gelitik hidungnya. Ia tidak juga membuka mata sayunya. Ia
masih galau dan tengah berada dalam penantian.
Hp-nya berdering sekali. SMS masuk.
Perlahan-lahan perempuan bangkit walau rasa malas membebani tubuhnya.
Ia mengambil HP di atas meja kecil di sisi peraduan. Segera perempuan
membaca pesan yang masuk:
8/16/01 6:37 Hai syng, gmn semlm? Bisa tdr nyenyak? Aku mau ke kntr,
jam 3nanti kita ktemu diapartmnt mu. I love u
Ia meletakan kembali HP-nya. Lalu duduk di sisi peraduan. Pikirannya
masih membayangkan tentang adanya dua sisi berbeda bertemu.
Aku harus membuat keputusan, Lirih.
Dalam bayangannya, kembalinya dua sejoli kedalam ruang percintaan
tidak akan mengembalikan kisah ke titik nol. Lalu mulai membangun
bangunan kepercayaan, sayang, dan rindu perlahan-lahan. Sementara itu,
hatinya akan menerima anak panah cinta dari seorang lelaki lain.
Seseorang yang berbeda dari kekasih. Jauh berbeda. Mungkin karena
usia. Mungkin juga pendidikan berbeda atau entahlah. Perempuan tidak
mengerti apa yang ada dibenaknya. Mantan kekasih lebih muda darinya.
Lelaki lain itu lebih tua tujuh tahun.
Perempuan diam. Mimpi semalam begitu menyenangkan. Kunang-kunang
menemaninya di taman. Cahaya redup berkelip-kelip dari ratusan
serangga malam itu membantu menerangi wajah lembutnya. Serangga itu
berputar-putar. Mengelilingi tubuh perempuan dengan pakaian putih.
Berputar lagi tidak menyentuh tubuh perempuan sedikit juga. Perempuan
mencoba berkata kepada kunang-kunang.
Hai kunang-kunang manis, maukah kau mendengar penderitaan batin
seorang perempuan?
Mendadak kunang-kunang terbang seperti lebah. Mereka menjauhi
perempuan sejauh lima meter. Mereka diam. Lalu kunang-kunang terbang
berputar-putar dan tiba-tiba saja membentuk bayangan mirip seorang
lelaki. Berdiri di depan perempuan dan pelan-pelang seperti berjalan
mendekatinya.
Perempuan mengerti. Kunang-kunang siap mendengarkan keluh kesahnya.
Hai kunang-kunang, tahukah kau mengapa cinta datang dan pergi? Adakah
cinta yang selalu tetap tertanam di hati? Ceritakanlah kepadaku
tentang cinta itu. Apakah itu yang dinamakan cinta sejati?
Kunang-kunang berpencar, kemudian mereka membentuk lambang cinta. Lalu
berpencar dan kembali membentuk bayangan lelaki.
Hai kunang-kunang bagaimanakah kalian menjalin cinta? Ajarkan aku cara
mencintai dan dicintai.
Perempuan diam menunggu jawaban kunang-kunang.
Hai kunang-kunang, Tahukah kau hatiku sedang bimbang. Mantan kekasihku
mencoba membujukku untuk kembali ke pangkuannya. Aku sudah tidak cinta
lagi. Cintaku luntur oleh kelemahan sikapnya. Cintahku pupus oleh
ketidak berdayaannya. Aku bukan perempuan sempurna. Tapi aku masih
punya hati.
Kunang-kunang menyebar lagi. Lalu dengan cepat membentuk
lambang-lambang cinta dan kedamaian. Perempuan mengartikannya sebagai
sebuah kekuatan keabadian cinta. Ia tersenyum.
Tiba-tiba hujan turun. Lebat sekali. Kunang-kunang bubar dan pergi
jauh bersembunyi untuk berlindung dari derasnya hujan. Perempuan
terpaku di bawah siraman air hujan. Ia terduduk. Wajahnya tertunduk.
Bajunya basah kuyup.
Perempuan mencoba mengingat apa akhir dari mimpi-mimpinya. Tetapi
tidak bisa karena hilang oleh pikiran kepada lelaki lain.
Semalam sebelum matanya terbenam, ia dan lelaki lain menikmati malam.
Berjalan di bawah sorot lampu dan lagu-lagu cinta. Menikmati film dan
menelusuri caf_-cafe jalanan. Kemana kaki melangkah itulah yang mereka
tuju. Peremuan bahagia menikmati malam. Lelaki lain benar-benar telah
memanjakannya dengan segala perhatian. Ia berjanji untuk selalu
menjaganya dan meninggalkan bangunan cinta yang telah rata dengan
tanah. Untuk membangun kembali harapan-harapan dan cita-cita.
Perempuan tersenyum.
******
Tiba-tiba dengan keras pintu terbuka, tiga orang lelaki berjaket hitam
masuk begitu saja ke kamar apartemennya. Pistol ditangan tiap-tiap
lelaki. Teriakan suara mereka membuat gaduh. perempuan tersentak dari
lamunannya.
Jangan bergerak!
Perempuan tak mengerti apa yang terjadi.
Jangan bergerak! Angkat tangan!
Perempuan ingin lari, tapi takut dengan pistol-pistol yang digenggam
erat. Kakinya seperti terpaku dan begitu saja tangannya menuruti
perintah lelaki itu. Hatinya menolak, tetapi tangannya sudah terlanjur
terangkat ke atas. Seorang lelaki menodongkan pistol itu ke arah
perempuan. Dua lelaki mengobrak-abrik lemari, laci, tempat tidur,
toilet, mencari sesuatu. Mereka bekerja rapi dan cepat. Perempuan
cemas dengan ketidak tahuan dan ketidak beranian.
Berbalik! Ayo berbalik!
Peremuan berbalik.
Lelaki itu menyambar kedua tangan perempuan. Melipatnya kebelakang dan
dengan cekatan memasangkan borgol besi dikedua pergelangan tangannya.
Duduk!
Perempuan kembali duduk di atas peraduan dengan hati bertanya. Tampak
terlihat tulisan Polisi di punggung jaket. Mereka jelas Polisi.
Gimana Jang? Lelaki satu bertanya kepada temannya.
Kosong, buruan tidak ada.
Keparat! Lelaki satu menendang kursi di pinggir peraduan.
Iya, padahal informasi sudah lengkap.
Atau kita salah apartemen?
Tidak mungkin!
Dan.., Lelaki tiga memanggil lelaki satu. Dapat komadan!
Lelaki tiga membawa jaket kulit coklat yang diambilnya dari gantungan
baju di belakang pintu. Ia mengambil sesuatu dari dalam saku jaket dan
menyerahkannya kepada komandannya.
Lelaki satu memegang benda putih terbungkus rapi sambil memandang
perempuan. Ia merobek sedikit lalu mengambil serbuk putih itu dengan
ujung jari. Ia mencicipi seperti mencicipi bumbu masak.
Heroin.
Lelaki satu mendekati perempuan.
Dari mana kamu dapat benda ini.
Perempuan menggeleng. Matanya takut.
Sebaiknya anda membantu kami, dari mana anda mendapatkan barang haram
ini?
Perempuan menggeleng lagi. Bibirnya mulai bergetar dan air matanya
terasa mengalir pelan.
Panggilkan pengacara. Aku tidak mau menjawab tanpa didampingi
pengacara.
Oke, Jang amankan TKP. Das bawa dia ke kantor!
Siap!
Mereka membawa perempuan keluar tanpa memberi tahu keselahan apa yang
ia perbuat.
Sementara di kantornya, Lelaki lain sibuk dan resah mencari-cari
sesuatu yang hilang. Di laci, celana, kemeja, jas, kolong meja, tempat
sampah, asbak, tumpukan kertas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar